Sunday, February 26, 2012

JANGANLAH MENCAMPAKKAN DIRI DALAM KEBINASAAN YANG DI SALAH ERTIKAN!!!

وَأَنفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ


Allah swt berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 195:

“Dan berinfaqlah kalian di jalan Allah, dan jangan jerumuskan diri kalian sendiri kepada kehancuran. Berbuatlah baik, karena Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.”

Ada dialog singkat seorang murid dengan gurunya mengenai ayat tersebut dan pengorbanan Saidina Husain as cucu Nabi Muhammad saw.

Murid: Berdasarkan ayat tersebut, kita tidak boleh memaksakan diri untuk amar makruf nahi munkar kalau ternyata kita sendiri yang akan celaka dan binasa. Lalu apakah Saidina Husain as termasuk orang yang telah mencelakakan dirinya sendiri dengan usahanya menentang Yazid?

Guru: Ayat di atas adalah ayat yang berkenaan dengan infaq, khususnya infaq di jalan Allah, di jalan jihad; dan maksudnya adalah, jangan sampai karena lalai akan berinfaq kita mencelakakan diri sendiri. Dalam Ad Durr Al Mantsur dinukil bahwa Aslam bin Imran berkata: “Saat itu kami ada di Kostantinopel (saat ini disebut Istanbul), Aqabah bin Amir hadir dengan khalayak, dan Fadhalah bin Ubaid juga bersama khalayak Syam di sana. Pasukan yang sangat ramai dari Rom berbondong-bondong menuju medan perang untuk melawan Muslimin. Dengan segera kami mengatur barisan untuk menghadapi mereka. Tiba-tiba ada seorang lelaki dari pasukan kami dengan laju menuju gerombolan pasukan Rom dan menembus mereka hingga ke tengah. Lalu di antara kawan-kawan kami ada yang berkata, “Wah, orang itu telah mencelakakan dirinya dengan tangannya sendiri.” Abu Ayub Anshari, seorang sahabat nabi yang terkenal, bangkit dan berkata, “Wahai kawan-kawan, kalian telah menyalah artikan ayat ini (yakni ayat di atas). Ayat ini diturunkan kepada sekelompok orang Anshar. Saat Allah telah memenangkan agama dan nabi-Nya, mereka saling berbisik-bisik dan berkata, “Kini Allah telah memenangkan Islam. Pengikut dan pembela Islam juga sangat banyak. Harta kita pun telah terbuang sia-sia (karena diinfaqkan di jalan Allah). Jika kita menyimpan saja harta benda kita, pasti semuanya tidak akan terbuang sia-sia.” Lalu oleh karenanya Allah menurunkan ayat tersebut. Oleh karena itu, ayat tersebut berkaitan dengan sebagian orang yang enggan mengeluarkan hartanya di jalan Allah.”

Murid: Apa salahnya kalau memang ayat itu sebenarnya berkenaan dengan infaq, namun kata-kata “jangan kalian mencelakakan diri dengan tangan-tangan kalian” dianggap sebagai kaidah umum dalam Islam?

Guru: Memang tidak ada masalah. Hanya saja jika kondisi yang kita alami tidak selalu sama. Terkadang ada yang penting dan ada yang lebih penting. Jika yang lebih penting itu menuntut kita untuk berkorban, maka lain lagi ceritanya. Pada dasarnya dalam hukum-hukum Islam seperti amar makruf nahi munkar dan jihad, semuanya berhubungan langsung dengan bahaya. Namun karena tujuan lebih penting dari kerugian nyawa dan harta, maka tidak ada masalah dengannya.

Mencelakakan diri dengan arti yang negatif, seperti kehancuran, yang tidak memiliki nilai apapun selain kehancuran itu sendiri. Namun perbuatan-perbuatan lain seperti berperang di jalan Allah, yang mana hasilnya adalah kesejahteraan umat secara umum, bukanlah perbuatan yang mencelakakan diri dengan arti yang negatif tersebut. Justru di balik kerugian nyawa dan harta itu ada nilai positif yang sangat besar.

Contoh lain, misalnya jika ada seseorang yang mengorbankan diri bersama beberapa kawannya, yang berkat itulah ribuan nyawa lainnya dapat terselamatkan, apakah perbuatan mereka termasuk mencelakakan diri? Sama halnya dengan petani yang menebar bibit beras ke ladangnya. Jika kita melihat dengan kaca mata negatif, kita pasti berkata, “Buat apa petani itu membuang biji-biji beras ke tanah dengan sia-sia?” Padahal petani itu sedang menanamkan benih beras yang kelak jika tiba musim menuai petani akan mendapat keuntungan yang berlipat-lipat.

Saturday, February 11, 2012

PANDUAN MENDAMAI PERSENGKETAAN

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

وَإِن طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا ۖ فَإِن بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَىٰ فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّىٰ تَفِيءَ إِلَىٰ أَمْرِ اللَّهِ ۚ فَإِن فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا ۖ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ


"Dan jika ada dua golongan dari orang mukmin berperang maka damailah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat iniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang membuat iniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah: jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang mukimin adalah bersaudara dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. (Al-Hujurat: 9)

Pemuda dan pemudiku...

Ayat di atas menjelaskan kepada kita semua bahawa dalam kehidupan bernegara, bermasyarakat atau berjamaah (berorganisasi) sudah tentu akan ada perselisihan yang akan berlaku, sehingga kadang-kadang sampai ketahap paling kemuncak iaitu berperang diantara golongan mukmin. Janganlah hairan!


Oleh itu, jika berlaku perpecahan dan pertelagahan, sehingga akhirnya serang-menyerang antara satu sama lain, maka pendamai (pihak ketiga dari golongan mukmin) tidak boleh berpeluk tubuh melihat persengketaan itu, sebaliknya ia wajib bertindak mendamaikan keduanya.

Namun, sebagai pendamai harus mengetahui bila dan bagaimanakah memulakan perdamaian itu?

Pertama-tama, ketahuilah akar permasalah tersebut.Letakkan pada tempatnya. Periksa siapakah yang benar dengan adil.

Jika pihak yang salah mengakui, maka inilah yang terbaik.

Jika tidak, berusahalah hingga akar masalahnya hilang dari keduanya.

Jika salah satu dari kedua pihak berbohong dan berlebihan kemudian mula bertindak agak agresif sehingga mengasah parang dan ingin menggunakan senjata itu, maka cegahlah dia, jika ia melawan maka perangilah dia. Perlu diingat untuk menentang atau berperang dengan pihak yang salah itu, pihak pendamai perlulah mempunyai pra-sarana yang sempurna.

Paksalah dia sehingga dia berserah diri kepada perintah Allah dan berhenti melakukan kezaliman dan kebohongan.


Jika mereka insaf, kembali bertaubat dan berhenti membuat kebohongan, maka mesti mengeluarkan arahan kepada kedua yang bertelagah dengan penuh keadilan dan kejujuran. Kerana Allah mencintai orang-orang yang adil.

Setelah itu, kedua-dua mukmin yang bertelagah itu wajib membaiki diri, menghentikan percakapan yang hina menghina, jika ada kerugian yang perlu diganti maka gantikanlah kerugian itu kepada pihak yang dirugikan, orang yang ditawan mesti di bebaskan dan keadilan ditegakkan secara nyata dan tiada pilih kasih.

Demikianlah, Allah Yang Maha Kuasa memerintahkan dalam bentuk umum agar pendamai (biasa kepimpinan jamaah/ organisasi/ negara) mengetahui batas hak-hak sesama mukmin, bagaimana menyelesaikan persengketaan demi kesempurnaan akhlak setiap individu mukmin.

Bahkan ia boleh digunakan untuk mendamaikan persengketaan di peringkat antarabangsa seperti peperangan saudara dalam sesebuah negara umat Islam, yang wajib di ketahui oleh negara pendamai akar permasalahan persengketaan tersebut dan diselesaikan dengan penuh keadilan.

Lebih-lebih lagi sebagai panduan menyelesaikan masalah dalaman organisasi kita (PAS) yang sudah tentu tidak akan lekang dengan masalah selagi jamaah ini disertai oleh mereka yang bernama manusia.

Namun, Al-Quran ada jalan penyelesaiannya.

Rujukan: Kitab Bermasyarakat Menurut Al-Quran: Dastghaib Shirazi