وَأَنفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Allah swt berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 195:
“Dan berinfaqlah kalian di jalan Allah, dan jangan jerumuskan diri kalian sendiri kepada kehancuran. Berbuatlah baik, karena Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.”
Ada dialog singkat seorang murid dengan gurunya mengenai ayat tersebut dan pengorbanan Saidina Husain as cucu Nabi Muhammad saw.
Murid: Berdasarkan ayat tersebut, kita tidak boleh memaksakan diri untuk amar makruf nahi munkar kalau ternyata kita sendiri yang akan celaka dan binasa. Lalu apakah Saidina Husain as termasuk orang yang telah mencelakakan dirinya sendiri dengan usahanya menentang Yazid?
Guru: Ayat di atas adalah ayat yang berkenaan dengan infaq, khususnya infaq di jalan Allah, di jalan jihad; dan maksudnya adalah, jangan sampai karena lalai akan berinfaq kita mencelakakan diri sendiri. Dalam Ad Durr Al Mantsur dinukil bahwa Aslam bin Imran berkata: “Saat itu kami ada di Kostantinopel (saat ini disebut Istanbul), Aqabah bin Amir hadir dengan khalayak, dan Fadhalah bin Ubaid juga bersama khalayak Syam di sana. Pasukan yang sangat ramai dari Rom berbondong-bondong menuju medan perang untuk melawan Muslimin. Dengan segera kami mengatur barisan untuk menghadapi mereka. Tiba-tiba ada seorang lelaki dari pasukan kami dengan laju menuju gerombolan pasukan Rom dan menembus mereka hingga ke tengah. Lalu di antara kawan-kawan kami ada yang berkata, “Wah, orang itu telah mencelakakan dirinya dengan tangannya sendiri.” Abu Ayub Anshari, seorang sahabat nabi yang terkenal, bangkit dan berkata, “Wahai kawan-kawan, kalian telah menyalah artikan ayat ini (yakni ayat di atas). Ayat ini diturunkan kepada sekelompok orang Anshar. Saat Allah telah memenangkan agama dan nabi-Nya, mereka saling berbisik-bisik dan berkata, “Kini Allah telah memenangkan Islam. Pengikut dan pembela Islam juga sangat banyak. Harta kita pun telah terbuang sia-sia (karena diinfaqkan di jalan Allah). Jika kita menyimpan saja harta benda kita, pasti semuanya tidak akan terbuang sia-sia.” Lalu oleh karenanya Allah menurunkan ayat tersebut. Oleh karena itu, ayat tersebut berkaitan dengan sebagian orang yang enggan mengeluarkan hartanya di jalan Allah.”
Murid: Apa salahnya kalau memang ayat itu sebenarnya berkenaan dengan infaq, namun kata-kata “jangan kalian mencelakakan diri dengan tangan-tangan kalian” dianggap sebagai kaidah umum dalam Islam?
Guru: Memang tidak ada masalah. Hanya saja jika kondisi yang kita alami tidak selalu sama. Terkadang ada yang penting dan ada yang lebih penting. Jika yang lebih penting itu menuntut kita untuk berkorban, maka lain lagi ceritanya. Pada dasarnya dalam hukum-hukum Islam seperti amar makruf nahi munkar dan jihad, semuanya berhubungan langsung dengan bahaya. Namun karena tujuan lebih penting dari kerugian nyawa dan harta, maka tidak ada masalah dengannya.
Mencelakakan diri dengan arti yang negatif, seperti kehancuran, yang tidak memiliki nilai apapun selain kehancuran itu sendiri. Namun perbuatan-perbuatan lain seperti berperang di jalan Allah, yang mana hasilnya adalah kesejahteraan umat secara umum, bukanlah perbuatan yang mencelakakan diri dengan arti yang negatif tersebut. Justru di balik kerugian nyawa dan harta itu ada nilai positif yang sangat besar.
Contoh lain, misalnya jika ada seseorang yang mengorbankan diri bersama beberapa kawannya, yang berkat itulah ribuan nyawa lainnya dapat terselamatkan, apakah perbuatan mereka termasuk mencelakakan diri? Sama halnya dengan petani yang menebar bibit beras ke ladangnya. Jika kita melihat dengan kaca mata negatif, kita pasti berkata, “Buat apa petani itu membuang biji-biji beras ke tanah dengan sia-sia?” Padahal petani itu sedang menanamkan benih beras yang kelak jika tiba musim menuai petani akan mendapat keuntungan yang berlipat-lipat.